Di kota tanpa nama, di sudut tembok menyimpan gema
tak tersimpan peta, meranum setiap cuaca
membias tanya tanpa perangkap jawab
mengintip rerumputan, berlari bergegas pulang
Dia itu seperti siang, awannya berserakan
pulang menjadi lawan, terus saja terulang
menciptaan jutaan gemintang berlinang
Angin malam memilah
Pada debar seirama, embun menjamur berjamaah
menjadi malam rumit berderang
sementara pinggangku perlahan kehilangan pelukan
Senjaku berpulang, mendesing menyingkap tak tertahan
untuk kesekian kalinya tertahan di tenggorokan
Aku hanya butuh waktu untuk mengeja kesendirian
saat langit menjatuhkan hujan di teras belakang
tak tersimpan peta, meranum setiap cuaca
membias tanya tanpa perangkap jawab
mengintip rerumputan, berlari bergegas pulang
Dia itu seperti siang, awannya berserakan
pulang menjadi lawan, terus saja terulang
menciptaan jutaan gemintang berlinang
Angin malam memilah
Pada debar seirama, embun menjamur berjamaah
menjadi malam rumit berderang
sementara pinggangku perlahan kehilangan pelukan
Senjaku berpulang, mendesing menyingkap tak tertahan
untuk kesekian kalinya tertahan di tenggorokan
Aku hanya butuh waktu untuk mengeja kesendirian
saat langit menjatuhkan hujan di teras belakang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar